Saturday, April 5, 2008

Uang; Bahasa Semua Bangsa

RESENSI BUKU
Oleh: Nina Andriana

Judul : Sejarah Uang
Judul asli : The History of Money
Penulis : Jack Weatherford
Penerjemah : Noor Cholis
Tebal : xxxiii + 427 hlm.
Cet. : I, Juli 2005
Penerbit : Bentang, Yogyakarta


Sejak ditemukannya uang tiga ribu tahun yang lampau, orang bertikai memperebutkan dan berusaha keras mendapatkannya sebanyak mungkin dalam bentuk apa saja; batangan emas, keping perak, koin tembaga, uang kertas, atau kulit kerang cowrie.
Di sisi lain, uang sanggup menghubungkan dua masyarakat yang sangat berbeda untuk memenuhi impian yang sama. Orang yang ada di pasar pedalaman Kalimantan dan para pengusaha di Amerika Serikat, misalnya, bisa dihubungkan dalam sebuah sistem pasar dunia dimana uang menjadi aktor utama. Mereka digerakkan oleh bahasa yang sama—uang. Saat ini, kita telah memasuki persimpangan dunia dalam memasuki hubungan antara masyarakat dan uang.

Dengan moneterisasi yang berlari begitu kencang, hampir semuanya bisa dinyatakan menurut sebuah denominator umum yang bernama uang. Dengan cara demikian, sebuah sistem nilai bersama ditetapkan untuk menghitung nilai hampir segala sesuatu, mulai dari sekedar roti hingga puisi, dari sejam layanan seks hingga pajak, atau dari tempat-tempat makan anak domba hingga ongkos sewa sebulan. Semua menjadi begitu sederhana dengan uang. Uang menciptakan sebuah cara yang sepenuhnya baru untuk mengorganisasi kehidupan manusia.

Buku karya Antropolog Jack Weatherford ini, mengamati peran uang dalam membentuk kebudayaan manusia. Weatherford menyajikan ulasan sejarah uang dengan sangat detail. Mulai dari pengaruh uang terhadap sistem jual-beli manusia, pergesekan uang dan politik, persinggungannya dengan agama, pertautannya dengan karya sastra, sampai keterkaitannya dengan revolusi ilmu pengetahuan.


Menurut Weatherford, uang telah mengalami tiga revolusi; uang koin, uang kertas, dan uang elektronik. Sejak awal kemunculannya, Uang tidak pernah hadir dalam kehampaan kultural ataupun sosial. Bukan sekedar obyek tak berjiwa, ia adalah sebuah institusi sosial. Kebutuhan akan uang muncul pada saat seseorang ingin mendapatkan segala sesuatu di luar miliknya. Bangsa Aztec menggunakan cokelat atau biji kakao sebagai uang, bangsa-bangsa lainnya menggunakan kulit kerang cowrie, gigi binatang, dan sebagainya. Semua alat komoditas tersebut digunakan sebagai alat tukar untuk mendapatkan benda-benda yang diinginkan.
Perjalanan uang sebenarnya memang rumit dan mencemaskan, sebab pada dasarnya ia merupakan perjalanan dari benda-benda ke komoditas. Ketika barter komoditas makanan dirasa tidak memadai lagi, maka perhatian diarahkan ke logam-logam; perak, perunggu, emas, timbal, kuningan dan sebagainya. Pada abad 7 SM. uang koin pertama dibuat di Lydia. Dan dengan luar biasa, uang koin mampu menggerakkan revolusi perdagangan, dari sekedar barter biasa menuju pasar perdagangan yang sesungguhnya.

Sistem perdagangan dunia modern dibuka dengan pelayaran Christopher Columbus ke dunia baru dan Vasco da Gama ke India. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, kapal-kapal malang melintang di laut lepas, mengunjungi pelabuhan hampir di setiap benua dalam sebuah jaringan perdagangan global. Pelayaran Columbus dan Vasco da Gama membuka zaman merkantil besar perdagangan internasional. Aktifitas menjual barang, akhirnya dilengkapi juga dengan perdagangan uang yang meliputi layanan penukaran uang, dan peminjaman uang. Proses ini terus meluas, dan puncaknya pada tahun 1422 terdapat tujuh puluh dua ‘bank internasional’ beroperasi di Florensia.

Diciptakannya uang kertas pada masa Renaissans, semakin membuka lebar perdagangan dunia. Uang kertas pertama digunakan di Cina, namun tidak menyebar dan berkembang. Pada Juli 1661, Bank Stockholm Swedia menerbitkan surat uang pertama di Eropa untuk mengatasi kekurangan koin perak. Sedangkan eksperimen nasional pertama dalam menggunakan uang kertas dilakukan di Perancis. Semua mengalami kegagalan. Uang kertas berkembang sangat bagus justru terjadi di Amerika Utara, dengan tokohnya, Benjamin Franklin, yang dijuluki sebagai Bapak uang kertas. Hingga abad ke-20 uang kertas memainkan peranan penting. Dan abad ke-20 dijuluki sebagai abad uang kertas.

Pada paruh kedua abad ke-20, pembayaran tunai semakin kehilangan arti dan peran. Uang beralih dengan cepat dari kertas menuju plastik, lalu menjadi sekedar kerlip elektronik yang ditampilkan dalam komputer, tanpa eksistensi jasmani di luar domain elektronik. Beragam uang elektronik dan mata uang baru bermunculan; e-cash, e-money, cyber cash, DigiCash, cyberbuck, dollar, pound sterling, mark, baht, ringgit, kwanza, biplwelle, dan 200 nama aneh mata uang lainnya. Semua memperkaya kebutuhan manusia.
Perdagangan kini tidak hanya berdasarkan kebutuhan akan barang, melainkan telah menuju era perdagangan mata uang. Hantu uang elektronik memiliki kekuatan jauh lebih besar dari pada bank atau korporasi terbesar; ia bahkan mempunyai kemampuan untuk memaksa para politisi negara-negara ekonomi terkuat dunia, patuh terhadap kehendak semaunya dan gerak tak terduganya. Dunia Cyber benar-benar telah merubah dunia menjadi kian praktis, efisien, dan serba cepat.

Ketika uang menjadi kian penting, pertarungan baru dimulai untuk memperebutkan kontrol atas uang pada abad berikutnya. Sejarah berulang kali memperlihatkan bahwa tidak ada pemerintah atau pasar, yang berdiri sendiri, yang mampu mengatur uang. Dari Nero hingga Nixon, dari denarius Romawi semasa pemerintahan Nero hingga assignat Perancis semasa Duke of Arkansas, para politisi dan pemodal menciptakan sistem moneter baru yang diniatkan untuk memperbaiki sistem perekonomian, tetapi ujung-ujungnya, sistem uang yang direduksi nilainya itu pun roboh.

Uang telah menjadi sebuah persekongkolan yang tak diucapkan. Dengan uang, bisa kita sulap sejumlah galon minyak jadi sejumlah suara demonstran, sebuah rumus obat jadi sekantong gandum, sebuah karya Rembrandt jadi sejumlah traktor. Uang juga telah mengilhami beberapa karya sastra. Karya Shakespeare The Merchant of Venice, menjadikan uang sebagai fokus utama. Atau juga Faust karya Goethe yang diilhami oleh kegagalan produksi uang kertas secara massal di Eropa.

Selain bertaburan informasi-informasi ringan yang mudah diikuti, buku ini juga menyajikan sebuah data-data sejarah yang menarik tentang uang. Weatherford mengutip dan mengkritik Plato, Voltaire, Newton, Michelangelo, Shakespeare, Goethe, L. Frank Baum. Yang kesemuanya membangun bersama peradaban manusia yang rumit ini.

Perjalanan sejarah uang, pada hakekatnya adalah perjalanan kebutuhan manusia itu sendiri. Orang pun akan diam atau ia justru akan bergerak karena angka-angka yang diciptakan uang. Akhirnya, sebagaimana kata Aphra Behn, seorang dramawan abad ke-17, dalam lakonnya The Rover, "uang berbicara dalam semua bahasa yang dimengerti semua bangsa". []

1 comment:

annspstr said...

Mbaa ini bukunya punya mba..? mau dijual ga..? hehe